Maret 1, 2009

Panggung Narsistik Para Calon Pemimpin

Sekali waktu, Allah SWT dengan kehendak-Nya berkenan berdialog dengan seorang hamba-Nya, penghuni neraka yang paling ringan beban kesalahannya.
Meski berdiri di barisan paling belakang, ia telah ditakdirkan menjadi penghuni neraka yang paling awal mema¬suki gerbang surga karena kasih sayang Allah kepadanya. Dalam dialog itu, Allah bertanya kepadanya, “Law anna laka maa fil ardhi min syai-in kunta taftadii bihi?—Seandainya seluruh isi bentangan bumi berada dalam genggamanmu, apakah engkau akan rela menukarnya dengan keridhaan-Ku?”
la dengan gembira menjawab, “Na’am, ya Tuhanku.”

Tetapi, Allah menjawab,
“Faqad saaltuka maa huwa ahwanu min haadzaa wa anta fii shulbi Aadama alla tusyrika bii, fa abayta illasy syirka.

Sedangkan, Aku telah meminta kepadamu hal yang lebih ringan dari itu semua ketika engkau masih berada dalam sulbi Adam agar engkau tidak menyekutukan Aku. Tetapi, engkau tetap memilih syirik.”

Begitulah, kita terbiasa menganggap remeh hal-hal yang sejatinya amatlah penting untuk kita perhatikan hanya karena kepentingan sesaat serta kepuasan diri sendiri.
Sungguh, betapa mudahnya apa yang diminta Allah dari kita, para hamba-Nya, anak cucu Adam. Tetapi, kita masih lebih berkenan dan terbuka hati untuk selalu berteman akrab dengan bisikan-bisikan hawa nafsu kita. Begitu mudahnya apa yang penting kita lakukan untuk menebus seluruh isi dunia hanya dengan mengakui keberadaan Allah sebagai Pemangku Jagat Alam Semesta. Tetapi, begitu tidak cerdasnya kita dengan memilih hal-hal yang justru menjauhkan cinta kita serta persaksian kita hanya kepada-Nya.

Lalu, muncul tuhan-tuhan lain, tuhan buatan kita sendiri sehingga kita mengabaikan janji kita kepada Allah. bahkan ketika kita Masih berada di sulbi Adam. Maka, begitu tak berharga dan tiada bernilainya dunia dan seisinya ketika pertolongan yang kita harap hanya datang dari Allah. Tetapi, di dunia, kita Merasa memiliki banyak pilihan untuk diambil dan beragam jalan untuk bisa menghindari pertemuan dengan Allah SWT.

Di dunia ini, kita dengan leluasa Mematut-matut diri sebagai yang terbaik hingga kita Merasa paling mumpuni untuk suatu amanah ban paling pantas di antara sesama untuk Menjadi yang paling utama. Beragam cara kita tempuh untuk menunjukkan diri sebagai yang paling unggul hingga kita tidak sadar bahwa sejatinya kita telah menjadi mimpi buruk bagi lingkungan kita sendiri. Begitu terencananya agenda angkara kita, sampai-sampai semua tempat kita kuasai hanya dengan menempel gambar-gambar kita.

Tak berbilang jumlahnya, sebanyak kepentingan yang kita pendam dalam-dalam. Dengan itu, kita memaksa segenap anak bangsa mencer mati gambar kita seperti tak ada orang lain yang lebih pantas dari kita untuk menjadi pemimpin di garda terdepan.

Sungguh, sebuah perilaku narsistik yang dilakukan dengan terencana. Sikap yang sungguh tak pantas dimiliki para calon dan para pemimpin. Kini, narsisme politik tengah mengharu biru bangsa Indonesia, utamanya menjelang pemilihan umum legislatif yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemilihan presiden.

Mematut-matut diri sendiri, becermin di benggala kepalsuan, serta menganggap diri sebagai yang paling pantas, boleh jadi termasuk salah satu sikap mengabaikan persaksian kita sebagai hamba yang tidak akan pernah menduakan apalagi menyekutukan Allah. Bisa jadi pula, hal ini akan sulit disadari karena bisikan terdalam akan selalu mengabaikan keberadaan yang lain, di samping diri kita sendiri.

Untuk menguatkan sikap ini, akan dengan gampangnya kata-kata berhamburan dari mulut kita hingga kita sendiri lupa, bahkan tidak memahami apa yang kita bicarakan. Sebuah kepalsuan tiada ujung dan tidak akan pernah berakhir, hatta semua target terpendam kita Menjadi kenyataan. Tetapi, begitulah yang terjadi bertahun-tahun. Berulang-ulang.

Dalam beberapa bulan ke depan, kita kembali akan menghadapi persoalan terpenting dalam penggalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau sampai salah menentukan pilihan, hampir dipastikan prahara kembali akan menghadang bangsa ini.

Dalam penggalan-penggalan hidup kita, bisa jadi teramat jarang di antara kita yang Menyadari kehadiran Allah dalam setiap persoalan yang dihadapi bangsa ini. Kini, masihkah Allah berkenan turun tangan untuk kesekian kalinya ketika kita dihadapkan pada banyak pilihan yang semuanya belum tentu baik dan belum tentu benar bagi kehidupan bangsa ke depan?

Memilih presiden dan para anggota legislatif tentu bukan perkara mudah karena semakin banyak pilihan, semakin luas kesempatan untuk menimbang-nimbang, dan semakin sempit pula pilihan itu menjadi benar dan tepat kullu syay’in idzaa ittasa’a dhaqa. Sebaliknya, jika pilihan yang disajikan amat terbatas, kesulitan bagi bangsa ini juga akan semakin meluas-kullu syay’in idzaa dhaqa ittasa’a.

Negeri kita sepertinya tak pernah senyap dari persoalan. Mendera setiap langkah dan setiap ikhtiar yang kita ambil sebagai alternatif dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Pada setiap pilihan yang tersedia, selalu pula tersedia banyak pikiran yang direpresentasikan melalui kata-kata. Akibat begitu banyaknya persoalan, banyak pula kata-kata yang meluncur deras sebagai bentuk pikiran-pikiran tersebut.
Kini, seperti sudah tak ada lagi yang tersisa dari anak bangsa ini dan hampir semuanya sudah pandai berkata-kata.

Semua ingin berkata-kata dan semuanya ingin agar kata-katanya didengar. Ada yang karena keinginannya meledak-meledak, mungkin pula disertai nafsu, kata-katanya meluncur seperti semburan api yang membakar sekitarnya. Lantas, jatuh korban. Ada yang menyampaikannya dengan datar sehingga resonansinya malah tidak terdengar. Ada pula yang menyampaikannya dengan lembut sampai-sampai dinilai terlalu lemah tak berpendirian alias ghairu mu’- tamad.

Semua ingin berbicara dan didengarkan. Padahal, semuanya belum siap untuk menjadi pendengar yang baik. Akibatnya, muncul perang kata-kata, saling tuding, saling tuduh, dan sating menyalahkan. Kondisi ini tentu saja amat kurang menguntungkan karena bukan jalan keluar yang didapat, tetapi justru persoalan baru yang lahir.

Bahkan, bisa jadi pertentangan dan pertikaian baru yang muncul. Sungguh, pemilu yang memilukan. lni semua, boleh jadi, akibat dari kekurangmampuan kita mengukur din untuk sebuah makna dari kata-kata yang kita luncurkan. Kadang, makna yang kita sampaikan jauh lebih lemah daya magisnya daripada kata-kata yang mewakilinya akibat paling buruk adalah kian bisingnya rohani kita, bukan oleh hal-hal yang kudus transendental, tetapi justru oleh persoalan dunia yang amat profan.

Kendati disadari, pemimpin bangsa ini tidak mungkin mendekati kualifikasi kepemimpinan Rasulullah, apalagi mengunggulinya. Tapi, satu yang pasti: kita sudah bersaksi untuk menjadi ahli warisnya. Dan, karena tertutup peluang bagi kita untuk mengadopsi secara utuh tipologi keagungan Rasul dalam memimpin masyarakatnya maka setidaknya kita wajib meneladani pola bicaranya. Ini sungguh penting karena bangsa Indonesia dan para pemimpinnya dikenal paling gemar berbicara dan paling susah diminta diam.

Sungguh malang jika seorang pemimpin berbicara, tetapi umatnya tak mau mendengar. Lebih tragis lagi, jika mereka menyikapinya dengan jalan membangkang. Orang macam ini tidak memenuhi kualifikasi menjadi pemimpin yang baik. Kalau ingin bicaranya didengar, mestinya dia tidak berbicara, kecuali dengan kata-kata yang memang diizinkan Allah untuk dibicarakan.

Yang juga sungguh penting, seorang pemimpin tidak bicara, kecuali soal kebenaran.
Alquran mengajarkan kita, Laa yatakallamuuna illaa man adzina lahu rahmaan wa qaala shawaaba. “Kalau itu dilakukan pemimpin, bi masyii-atillah rakyat akan dengan senang hati mendengarkannya. Rakyat akan mengambil posisi yastami’uunal qaula fa, yattabi’uuna ahsanah.” Tetapi, para penganut pragmatisme menghargai sikap diam dengan sebutan silence is gold: diam adalah emas

Seperti istilahnya, kalimat ini berasal dari dunia hedonis. Tetapi, di dunia Islam, sikap diam justru banyak memiliki makna. Yang paling poputer terucap langsung dari bibir suci Baginda Nabi Muhammad SAW adalah ketika beliau meletakkan nilai diam dalam kaitannya dengan konstruksi keimanan seseorang.

Misalnya, beliau bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam saja.” Wallaahu a’lamu bishshawaab.


Maret 1, 2009

Beri Kami Pemimpin yang Pandai Bersyukur

sholat-prp

Ya Allah, atas kehendak-Mu yang mengatur peredaran matahari dan bulan menurut hitungannya hari ini Maret 2009 berakhir. Sebagian dari kami yang tidak pandai bersyukur atas nikmat yang Kau limpahkan, menganggap bahwa pergantian bulan itu suatu yang normal, seperti siang pasti berganti dengan malam. Padahal, sangat mudah bagi-Mu memerintahkan matahari tidak terbenam dan malam tidak pernah datang. Ya Allah, Yang Maha Pemurah, tahun sebelumnya kami lalui dengan berbagai persoalan. Keberhasilan dan kesedihan datang silih berganti. Ketika berhasil, kami merasa itu mutlak karena usaha kami sendiri. Ketika dilanda kesedihan, kami datang memohon ampunan-Mu. Padahal, tidak ada sehelai daun pun yang gugur tanpa sepengetahuan-Mu. Ya Allah, Yang Maha Mengetahui, Kau ajarkan manusia pandai berbicara agar dapat menyampaikan ayat-ayat-Mu, menyampaikan kebenaran-Mu, dan bersyukur atas nikmat-Mu. Kau ajarkan kami huruf-huruf dan huruf-huruf itu berangkai menjadi kalimat agar kami dapat memuji-Mu dengan kalimat yang indah dan penuh makna. Namun, pada tahun yang lalu, kami selalu berbicara tidak atas nama-Mu, tidak atas kebenaran-Mu, tidak atas kasih-Mu, apalagi memuji-Mu dengan kalimat indah dan ber¬makna. Dari mulut kami yang kecil, kami melindungi diri kami dengan dusta besar, ka¬mi menyemburkan api dengki dan fitnah, mengumbar janji dan melupakannya. Ya Allah, kami telah menjadi manusia yang meliampaui batas. Ya Allah, Yang Maha Pemberi Maaf, Kau beri kami udara, makanan, minuman, dan cahaya matahari untuk kami hidup. Kau beri kami hati dan pikiran agar kami tahu bersyukur dan memuji kekuasaan-Mu. Dalam Surah Arrahmaan, sebanyak 31 kali Kau ingatkan manusia untuk tidak mendustai nikmat yang melimpah itu. “Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” Ya Allah, kami telah menjadi pendusta dan merasa sangat berkuasa. Segala nikmat seakan kami dapatkan dari hasil kerja keras kami. Kekuasaan, harta, dan kehormatan yang kami dapatkan seakan karena usaha kami. Padahal, Kaulah Yang Mahakuasa, yang memberikan kerajaan dan mencabutnya atas kehendak-Mu. Kaulah yang memuliakan dan menghinakan seseorang atas kehendak-Mu. Ditangan-Mu, segala kebajikan. Sesungguhnya, Kau Mahakuasa atas segala sesuatu (QS Ali Imran). Ya Allah, Yang Mahamulia, berkahilah bangsa kami ini. Lindungilah kami dari segala macam bencana karena keserakahan dan kesombongan. Jauhkanlah bangsa ini dari perpecahan dan silang sengketa yang ditimbulkan oleh pemimpin-pemimpin yang tidak pandai bersyukur atas nikmat yang Kau limpahkan. Ya Allah, Yang Maha Berkuasa atas segala¬nya , tahun depan kami memilih pemimpin. Berikanlah kami pemimpin yang tunduk pada perintah-Mu, menjauhi larangan-Mu, memelihara dan mencintai agama-Mu. Berilah kami pemimpin yang menjunjung tinggi amanah, bekerja keras untuk rakyat bukan untuk dirinya. Pemimpin yang mencintai fakir miskin, mencintai semua orang, termasuk musuh-musuhnya. Ya Allah, berikanlah kami pemimpin yang dapat membimbing kami ke jalan-Mu, pemimpin yang pandai bersyukur atas nikmatMu, mampu menjaga moral dan kehormatan rakyat dan bangsa ini. Bukan pemimpin yang semata-mata mencari kekuasaan, hanya pintar berkata-kata, pintar menyalahkan, pengeluh, dan berhati culas. Ya Allah, ampuni dosa-dosa kami, kuatkan iman kami dan pemimpin kami.


Desember 7, 2008

assalamualaikum1

Lahir sebagai orang Jawa pada tahun 1971, anak petani dari seorang ulama, pejuang sejati, yang turut mendirikan negeri ini, ikhlas mengabdi, rela mati demi tegaknya negara Indonesia merdeka, inilah! Yang ingin H.M. Jamil, SQ. MPd. tegaskan kepada rakyat Indonesia dalam berjuang.

Jangan menyerah! Sebelum mengikhlaskan hidup kita untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Mulai saat ini! Mulai sekarang!

H.M. Jamil, SQ.MPd. mengajak semua komponen bangsa :

Bagi pejabat! dan seluruh wakil rakyat! Berhentilah korupsi, berhentilah nepotisme, berhentilah menipu, berhentilah merampok, berhentilah bodoh! Dan membodohi rakyat!

Bagi rakyat! Jangan mau dibodohi, jangan memilih pemimpin yang sudah terbukti tidak memberi manfaat apa-apa pada rakyat dan lingkungannya. Jangan pilih pembohong, jangan pilih penipu! Mari pilih pemimpin yang berani kontrak politik dengan rakyatnya secara langsung. H.M. Jamil, SQ.MPd. akan memulainya dengan serius memperjuangkan aspirasi rakyat Kebumen, Purbalingga, Banjarnegara.

H.M. Jamil, SQ.MPd. bukan janji! Tapi Nadzar!

H.M. Jamil, SQ. MPd. Mengajak semua komponen pemerintah terkait mulai Bupati, Camat, Lurah, RW, RT, para ulama, tokoh masyarakat, para pelajar, dan generasi muda, serta seluruh masyarakat Kebumen, Purbalingga dan Banjarnegara dapat menjadi team sukses dan relawan H.M. Jamil, SQ. MPd., sekaligus dapat menjadi bagian untuk memajukan daerah kita.

· H. M. Jamil, SQ. MPd. tidak mau berjanji kalau hanya menipu & dusta

· H. M. Jamil, SQ. MPd. tidak mau seperti calon-calon yang katanya memberi bukti ternyata mengingkari.

ingat

Jika terpilih! H. M. Jamil, SQ. MPd., ingin didatangi langsung di gedung DPR RI Senayan yang memang milik rakyat dan H.M Jamil akan turut serta membantu anak-anak yatim piatu, orang-orang yang tidak mampu, janda-janda tua, pendidikan, masjid, madrasah, pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah yang lain yang berada di lingkungan Kabupaten Kebumen, Purbalingga, Banjarnegara sebagai wujud tanggungjawab kami.

kenali-calon

drumband



contreng 1